• By Ahmad Rozy
  • 6 Maret 2020
  • No Comments

Strategi Menanamkan Nilai-Nilai Pancasila Kepada Kaum Millenial

Keteladanan hidup para penyelenggara dan aparatur negara merupakan langkah yang paling strategis untuk mengajarkan kembali nilai-nilai utama Pancasila. Penekanannya adalah satunya antara kata dan perbuatan. Ketidaksesuaian antara kata dan perbuatan oleh penyelenggara negara menjadi penyebab sosialisasi dan edukasi Pancasila menjadi tidak efektif. Penyebab lainnya adalah ada upaya membenturkan Pancasila dengan Agama. Sementara di Indonesia ada banyak agama dan aliran kepercayaan. Agen-agen pembentur telah terlalu lama dibiarkan hidup secara bebas di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Fikarwin Zuska Sosiolog Universitas Sumatera Utara (USU) dalam Focus Group Discussion (FGD) “Pengembangan Strategi Komunikasi, Informasi dan Edukasi Implementasi Nilai-nilai Pancasila”  yang diselenggarakan oleh Tim Peneliti Pusat Litbang Aptika dan IKP Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika RI di BBPSDMP Kominfo Medan Jalan Tombak No 31 Medan.

Dalam kesempatan itu Wakil Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Provinsi Sumatra Utara Danil Sitorus mengatakan. hasil survei yang dilakukan oleh Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, bahwa 80 % responden kaum milenial memiliki pengetahuan tentang Pancasila hanya sebatas “Burung Garuda”. Hanya 10% yang menjawab bahwa Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia. Temuan ini mengindikasikan bahwa mayoritas kaum milenial belum memahamil Pancasila. Danil menyarankan agar proses sosialisasi nilai-nilai Pancasila tidak dilakukan seperti selama ini yang monoton dan hanya sebatas ceramah (retorika). Pemerintah sebaiknya membina duta-duta Pancasila (sosok yang toleran) untuk menjadi perpanjangan tangan pemerintah melakukan sosialisasi nilai-nilai Pancasila ke daerah-daerah dan hasilnya dievaluasi secara berkala.

Untuk melihat sikap kaum milenial terhadap Pancasila influencer Kota Medan, Kinahar Uyak memakai analogi Mie Pecal dan Spageti. Pancasila diibaratkan seperti mie pecal yang tampilannya kuno dan tidak menarik. Berbeda dengan tampilan spageti yang lebih indah sehingga diminati. Namun dari segi rasa maka mie pecal lebih dipilih oleh kaum milenial khususnya di Kota Medan. Artinya, kaum milenial lebih fokus pada tampilan. Maka strategi komunikasi, informasi dan edukasi implementasi nilai-nilai Pancasila yang tepat untuk kaum milenial adalah seperti mengemas mie pecal dengan tampilan spageti. Filosofinya, Pancasila bisa hadir dalam bentuk spageti tetapi dengan rasa mie pecal. Dari sisi rasa, maka Pancasila adalah kebutuhan semua orang Indonesia. Warisan terbaik dari para pendahulu bangsa. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana mengemas Pancasila lebih inovatif sesuai dengan keadaan zaman sekarang sehingga mudah diterima khususnya oleh kaum milenial. Mau tidak mau harus disesuaikan dengan minat kaum milenial sehingga mudah dicerna mereka.Kegiatan FGD ini dilaksanakan di Tiga kota yaitu Medan, Yogyakarta, dan Banjarmasin. FGD di Kota Medan diselenggarakan pada Jumat, 6 Maret 2020, Tim Peneliti menyampaikan bahwa saran dan pendapat dari narasumber pada FGD ini akan sangat bermanfaat untuk merumuskan strategi menanamkan nilai-nilai Pancasila bagi kaum milenial yang efektif dan efisien. Harapannya jelas, melestarikan nilai-nilai Pancasila dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Oktolina)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *